Persib Maung Bandung atau Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung adalah salah satu tim sepak bola Indonesia yang berasal dari Jawa Barat, khususnya wilayah Bandung. Catatan prestasi tim ini relatif stabil di papan atas sepak bola Indonesia, sejak era Perserikatan sampai ke Liga Indonesia masa kini.
Sebelum
bernama Persib Bandung, di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal
Bond (BIVB) pada sekitar tahun 1923. BIVB ini merupakan salah satu organisasi
perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB
adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi
Sartika, yakni R. Atot.
Atot
pulalah yang tercatat sebagai Komisaris Daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB
memanfaatkan lapangan Tegallega di depan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini
beberapa kali mengadakan pertandingan di luar kota seperti Yogyakarta dan
Jatinegara, Jakarta.
Pada
tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (sekarang
Persebaya), MIVB (PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), dan PSM
(PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan
di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh
Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan
diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun
1933 meski kalah dari VIJ Jakarta.
BIVB
kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai
nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan
National Voetball Bond (NVB). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu
sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang
kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub-klub yang
bergabung ke dalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari,
OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
Persib
kembali masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1934, dan kembali kalah
dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian Persib kembali masuk final dan menderita
kekalahan dari Persis Solo. Baru pada tahun 1937, Persib berhasil menjadi juara
kompetisi setelah di final membalas kekalahan atas Persis.
Di
Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori
oleh orang-orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken (VBBO).
Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah-olah Persib merupakan
perkumpulan "kelas dua". VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah
pertandingan-pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib ketika itu sering
dilakukan di pinggiran Bandung, seperti Tegallega dan Ciroyom. Masyarakat pun
ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi
pertandingan memang di dalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi,
yaitu dua lapangan di pusat kota, UNI dan SIDOLIG.
Persib
memenangkan "perang dingin" dan menjadi perkumpulan sepak bola
satu-satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Klub-klub yang tadinya
bernaung di bawah VBBO seperti UNI dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib.
Bahkan VBBO (sempat berganti menjadi PSBS sebagai suatu strategi) kemudian
menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni
Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG (kini Stadion Persib), dan Lapangan SPARTA (kini
Stadion Siliwangi). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di
Bandung.
Ketika
Indonesia jatuh ke tangan Jepang, kegiatan persepak bolaan yang dinaungi
organisasi dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi
di Bandung melainkan juga di seluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib
mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan
perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku
Kai.
Tapi
sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada
keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang
berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai
sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.
Pada
masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan
eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya
eksis di Bandung. Melainkan tersebar di berbagai kota, sehingga ada Persib di
Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta. Pada masa itu
prajurit-prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta.
Baru
tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian
membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi
oleh Belanda (NICA) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai
bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga
berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut,
Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa,
Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi.
Perjuangan
Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak
bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan
pengelolaan organisasi, dekade 1950-an ini pun mencatat kejadian penting. Pada
periode 1953-1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah-pindah sekretariat. Wali
Kota Bandung saat itu R. Enoch, membangun Sekretariat Persib di Cilentah.
Sebelum akhirnya atas upaya R. Soendoro, Persib berhasil memiliki sekretariat Persib
yang sampai sekarang berada di Jalan Gurame.
Pada
masa itu, reputasi Persib sebagai salah satu jawara kompetisi perserikatan
mulai dibangun. Selama kompetisi perserikatan, Persib tercatat pernah menjadi
juara sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1961, 1986, 1990, dan pada kompetisi
terakhir pada tahun 1994. Selain itu Persib berhasil menjadi tim peringkat
kedua pada tahun 1950, 1959, 1966, 1983, dan 1985.
Keperkasaan
tim Persib yang dikomandoi Robby Darwis pada kompetisi perserikatan terakhir
terus berlanjut dengan keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia
pertama pada tahun 1995. Persib yang saat itu tidak diperkuat pemain asing
berhasil menembus dominasi tim tim eks galatama yang merajai babak penyisihan
dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. Persib akhirnya tampil
menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra melalui gol yang diciptakan
oleh Sutiono Lamso pada menit ke-76.
Sayangnya
setelah juara, prestasi Persib cenderung menurun. Puncaknya terjadi saat mereka
hampir saja terdegradasi ke Divisi I pada tahun 2003. Beruntung, melalui drama
babak playoff, tim berkostum biru-biru ini berhasil bertahan di Divisi Utama.
Sebagai
tim yang dikenal baik, Persib juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi
penyumbang pemain ke tim nasional baik yunior maupun senior. Sederet nama
seperti Risnandar Soendoro, Nandar Iskandar, Adeng Hudaya, Heri Kiswanto, Ajat
Sudrajat, Yusuf Bachtiar, Dadang Kurnia, Robby Darwis, Budiman, Nur'alim, Yaris
Riyadi hingga generasi Erik Setiawan dan Eka Ramdani merupakan sebagian pemain
timnas hasil binaan Persib.Sampai saat ini Persib Bandung adalah tim Indonesia
yang bisa di bilang paling dibanggakan oleh Indonesia karena prestasi dan
kemampuannya.
No comments:
Post a Comment